Wednesday, October 24, 2012

Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P.


Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P.

Pengabdian, dengan kelas bahasa jepang

 
Sore itu sekitar pukul empat. Ruang berukuran 5x2 meter telah riuh oleh belasan mahasiswa yang sibuk menghapal buku Minanonihonggo. Sebagian lagi tampak berbincang dengan bahasa jepang. Sensei (guru.red) sibuk mendengarkan salah satu muridnya Asep (Fkip kimia’2008) menyetorkan hapalan Buku satu chapter 21-22 Minanonihonggo .

Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P. merupakan salah satu Doctor of Philosophy in Tokyo University of Agriculture and Technology di Universitas Lampung. Dewi panggilan akrabnya berhasil menyelesaikan study doktornya di jurusan wild life management di University of Agriculture and Technology Jepang atas beasiswa Monbukagakusho tahun 2005-2009. Saat ini Dewi tengah sibuk sebagai staf pengajar jurusan kehutanan di Universitas Lampung dan membuka kelas bahasa Jepang gratis untuk mahasiswa nya di Unila.
Awalnya Dewi bermotivasi membuka kelas bahasa jepang hanya karena menginginkan ada mahasiswanya yang dapat mengikuti pertukaran mahasiswa ke Jepang dengan bahasa jepang yang bagus. “ Saya ingin mahasiswa saya bisa mengikuti program pertukaran pelajar Unila dengan Jepang, tentunya dengan bekal dan bahasa jepang yang baik”. Ungkap wanita kelahiran Lampung Selatan, 12 Oktober 1973 ini.

....................

Dewi Menamatkan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMAN 1 Kalianda Lampung Selatan. Setelah lulus SMU, Dewi menyelesaikan strata satu dan strata dua di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1998 dan 2001. Selama empat tahun di Indonesia, Dewi menjadi staf pengajar pada Jurusan Manajemen Hutan  Fakultas Pertanian Universitas Lampung, tepatnya pada bidang konservasi sumberdaya hutan. Kompetensi inti adalah pada bidang wild life management, Orangutan research, Bear as seed disperser, wild life education for elementary, junior high and senior high school.

Setelah empat tahun mengajar, Dewi terbang ke Jepang untuk mengambil gelar doktornya. Dewi aktif sebagai penulis, dimana tulisan pertamanya tentang Perjalanan Haji Sewaktu Muda, Catatan Harian Seorang Mahasiswi telah diterbitkan pada Juli 2006. Tulisannya berupa scientific paper, artikel, telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah, majalah, koran, bertaraf nasional dan mulai berusaha bertaraf internasional. 
“Saya hoby menulis ditengah waktu senggang saya.” Ujar wanita berdarah jawa ini.

Putri ke tujuh dari sepuluh bersaudara Bapak Baharuddin dan Ibu Sunarya ini berpengalaman sebagai lecturer di bidang persatwaliaran. Selain tema itu,  Dewi juga memilki minat menulis dalam tema yang berhubungan dengan motivation, leadership dan keorganisasian. Istri dari Mohamad Dwi Wicaksono, S.Hut dan ibu dari Safira Cahya Fadhilla (15) dan Sakura cahya quranidzikri (1,5) serta putri angkatnya Solehat ini, memiliki hobi baca puisi, makan dan tata ruang.  Selama pendidikan di Jepang aktif dalam berbagai organisasi pelajar dan kemahasiswaan (Humas PPI Jepang 2005-2007), Indonesia Agriculture Scientific Association (Kepala Bidang Kehutanan, 2005-2007), anggota dari Institute Science and Technology Studies (ISTECS), Bendahara sekaligus reseacher pada Indonesia Rural Development Institute Japan (2006-2008) dan masih banyak lagi. 

Dewi hidup dari keluarga sederhana. Dewi dididik dengan penuh kemandirian. Sejak ayahnya meninggal dewi mulai mencari tambahan biaya hidupnya di yogyakarta dengan menjadi Telecommunication Operator UGM Yogyakarta tahun  1992. Kemudian aktif menjadi  penyiar  di Rasia Lima AM Radio Yogyakarta tahun 1993. Mencari beasiswa dari banyak jalur dan menabung untuk impian terbesar nya naik haji ketika usianya masih muda. Berkat kegigihannya tersebut, dewi berhasil naik haji pada usianya yang ke 22 tahun.
Dewi membuka kelas jepang sejak september 2009, saat ini mahasiswa yang mengikuti kelas jepang sudah mencapai jumlah 110 mahasiswa dari berbagai jurusan di Unila. “Saya tidak membatasi dan memaksakan mahasiswa saya belajar. Jika mereka mau pandai bahasa jepang rajin menghapal setorkan hapalannya,” Ujar Dewi.

Awalnya, Dewi mengirimkan Memorandum of  Understanding (MoU) Ke Universitas Tokyo dengan Unila tahun 2008-2013. Salah satunya berisi Pertukaran mahasiswa (student Exchange). Pada awal tahun 2010, Kelas Bahasa Jepang pernah mengirim 30 mahasiswanya untuk mengikuti tes uji kemampuan bahasa jepang yang berstandar internasional nihongo nouryokusiken. Namu gagal. “di tahun 2011, dua belas mahasiswa mengirim lagi formulir aplikasi, yang lulus hanya satu orang Eko Prasetyo.” Ujar Dewi.

Kelas bahasa jepang menerapkan sistem setoran hapalan per-Bab  dan games hapalan huruf hiragana (tulisan bahasa jepang dan mewakili sebutan suku kata) dan katakana ( penulisan kata-kata yang berasal dari serapan bahasa asing). Cara bermain kartu ini menarik. Satu orang bertugas sebagai pengacak kartu, kemudian menyebutkan salah satu penggalan kata, sedangkan peserta bermain melihat di hamparan kartu tulisan bahasa jepang, memilih kartu yang benar dan bebas dari hukuman. Sedangkan yang salah menunjuk kartu, akan mendapatkan poin. Poin-poin tersebut dikumpulkan. Pemilik koin terbanyak akan mendapat hukuman. ”Disela-sela waktu belajar, bisa bermain kartu namanya kaado asobimasou. Yang hapal huruf hiragana pasti menang dan bebas dari hukuman, hukumannya bervariasi, biasanya bagi pemilik poin terbanyak akan makan menggunakan sumpit atau hashi,” Ujar wanita yang sudah bergelar haji sejak usia nya baru beranjak 22 tahun ini.

Selain itu ada yang menarik lagi dari kelas bahasa jepang yang didirikan oleh wanita yang saat ini sedang fokus pada pengabdiannya di ranah kehutanan melalui program Penyuluhan Kelompok Hutan Kemasyarakatan di daerah Gisting Kabupaten Tanggamus. Dewi mengatakan setalah sholat magrib biasanya siswa kelas Jepang makan bersama-sama bergaya seperti di negeri Sakura. “supaya suasana di jepang bisa tercipta, kita bersama-sama makan menggunakan mangkuk berisi nasi namanya donburi. Lauknya diputar kesamping, mengambilnya harus ada aturan. Tidak boleh rebutan. Sebenarnya, meletakkan lauk diatas nasi merupakan cara makan yang tidak tepat. Makan seperti sebenarnya adabnya di anggap tidak sopan di Jepang. Cara makan donburi disebut juga makanan rakyat.” Ungkap Dewi.

Berkat kegigihannya, seorang mahasiswa kelas jepang yang didirikannya Eko Prasetyo  (Kehutanan’08) berhasil lolos dalam seleksi pertukaran pelajar atas beasiswa Mombutsu “Eko berangkat bulan oktober ini”. Ujar Dewi.

...........

Sandy (Mipa Matem’07) mengatakan senang bisa mengikuti kelas bahasa jepang. “saya memang senang dengan bahasa jepang karena hoby menonton film jepang. Awalnya saya belajar otodidak setelah ada kelas bahasa jepang saya belajar. Kelasnya asik, sensei seperti orangtua sendiri” ungkap Sandy.

Tidak jauh berbeda dengan Mirna (T.Kimia’08) mengatakan mengetahui ada kelas jepang ketika sensei memjadi pembicara di seminar yang diadakan di fakultasnya.”Saya ingin belajar bahasa jepang sensei menawarkan kursus bahasa jepang gratis. Sudah sampir setahun saya belajar dengan sensei. Sensei seperti ibu, sahabat dan motivator dalam hidup saya.” Ujar mirna.

Sedangkan dosen pemerintahan, Tabah Maryanah yang kenal dekat dengan Dewi mengatakan dewi merupakan sosok yang gigih dalam mengejar sesuatu. “Dewi memang tomboy, tapi dia semangat jika menginginkan sesuatu.” Ujar Tabah.*

No comments:

Post a Comment