Dr. Hj. Bainah Sari Dewi,
S.Hut, M.P.
Pengabdian, dengan kelas bahasa jepang
Sore itu sekitar pukul empat. Ruang
berukuran 5x2 meter telah riuh oleh belasan mahasiswa yang sibuk menghapal buku
Minanonihonggo. Sebagian lagi tampak
berbincang dengan bahasa jepang. Sensei
(guru.red) sibuk mendengarkan salah satu muridnya Asep (Fkip kimia’2008)
menyetorkan hapalan Buku satu chapter 21-22 Minanonihonggo
.
Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P.
merupakan salah satu Doctor of Philosophy in
Tokyo University of Agriculture and Technology
di Universitas Lampung. Dewi panggilan akrabnya berhasil menyelesaikan study
doktornya di
jurusan wild life management di University of Agriculture and Technology Jepang
atas beasiswa Monbukagakusho tahun 2005-2009. Saat ini Dewi tengah sibuk
sebagai staf pengajar jurusan kehutanan di Universitas Lampung dan membuka
kelas bahasa Jepang gratis untuk mahasiswa nya di Unila.
Awalnya Dewi
bermotivasi membuka kelas bahasa jepang hanya karena menginginkan ada
mahasiswanya yang dapat mengikuti pertukaran mahasiswa ke Jepang dengan bahasa jepang
yang bagus. “ Saya ingin mahasiswa saya bisa mengikuti program pertukaran
pelajar Unila dengan Jepang, tentunya dengan bekal dan bahasa jepang yang baik”.
Ungkap wanita kelahiran Lampung Selatan, 12 Oktober 1973 ini.
....................
Dewi Menamatkan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMAN
1 Kalianda Lampung Selatan. Setelah lulus SMU, Dewi menyelesaikan strata satu
dan strata dua di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada
tahun 1998 dan 2001. Selama empat tahun di Indonesia, Dewi menjadi staf
pengajar pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, tepatnya pada bidang konservasi sumberdaya hutan. Kompetensi inti
adalah pada bidang wild life management, Orangutan research, Bear as seed
disperser, wild life education for elementary, junior high and senior high
school.
Setelah empat tahun mengajar, Dewi terbang ke Jepang
untuk mengambil gelar doktornya. Dewi aktif sebagai penulis, dimana tulisan
pertamanya tentang Perjalanan Haji Sewaktu Muda, Catatan Harian Seorang
Mahasiswi telah diterbitkan pada Juli 2006. Tulisannya berupa scientific paper,
artikel, telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah, majalah, koran, bertaraf
nasional dan mulai berusaha bertaraf internasional.
“Saya hoby menulis ditengah waktu
senggang saya.” Ujar wanita berdarah jawa ini.
Putri ke tujuh dari sepuluh
bersaudara Bapak Baharuddin dan Ibu Sunarya ini berpengalaman sebagai lecturer
di bidang persatwaliaran. Selain tema itu, Dewi juga memilki minat menulis dalam tema
yang berhubungan dengan motivation, leadership dan keorganisasian. Istri dari
Mohamad Dwi Wicaksono, S.Hut dan ibu dari Safira Cahya Fadhilla (15) dan Sakura
cahya quranidzikri (1,5) serta putri angkatnya Solehat ini, memiliki hobi baca
puisi, makan dan tata ruang. Selama pendidikan di Jepang aktif dalam
berbagai organisasi pelajar dan kemahasiswaan (Humas PPI Jepang 2005-2007),
Indonesia Agriculture Scientific Association (Kepala Bidang Kehutanan, 2005-2007),
anggota dari Institute Science and Technology Studies (ISTECS), Bendahara
sekaligus reseacher pada Indonesia Rural Development Institute Japan
(2006-2008) dan masih banyak lagi.
Dewi
hidup dari keluarga sederhana. Dewi dididik dengan penuh kemandirian. Sejak
ayahnya meninggal dewi mulai mencari tambahan biaya hidupnya di yogyakarta
dengan menjadi Telecommunication Operator UGM Yogyakarta tahun 1992. Kemudian aktif menjadi penyiar di Rasia Lima AM Radio Yogyakarta
tahun 1993. Mencari beasiswa dari banyak jalur dan menabung untuk impian
terbesar nya naik haji ketika usianya masih muda. Berkat kegigihannya tersebut,
dewi berhasil naik haji pada usianya yang ke 22 tahun.
Dewi membuka
kelas jepang sejak september 2009, saat ini mahasiswa yang mengikuti kelas
jepang sudah mencapai jumlah 110 mahasiswa dari berbagai jurusan di Unila.
“Saya tidak membatasi dan memaksakan mahasiswa saya belajar. Jika mereka mau
pandai bahasa jepang rajin menghapal setorkan hapalannya,” Ujar Dewi.
Awalnya, Dewi
mengirimkan Memorandum of Understanding
(MoU) Ke Universitas Tokyo dengan Unila tahun 2008-2013. Salah satunya berisi
Pertukaran mahasiswa (student Exchange). Pada awal tahun 2010, Kelas Bahasa
Jepang pernah mengirim 30 mahasiswanya untuk mengikuti tes uji kemampuan bahasa
jepang yang berstandar internasional nihongo
nouryokusiken. Namu gagal. “di tahun 2011, dua belas mahasiswa mengirim
lagi formulir aplikasi, yang lulus hanya satu orang Eko Prasetyo.” Ujar Dewi.
Kelas bahasa
jepang menerapkan sistem setoran hapalan per-Bab dan games hapalan huruf hiragana (tulisan
bahasa jepang dan mewakili sebutan suku kata) dan katakana ( penulisan
kata-kata yang berasal dari serapan bahasa asing). Cara bermain kartu ini
menarik. Satu orang bertugas sebagai pengacak kartu, kemudian menyebutkan salah
satu penggalan kata, sedangkan peserta bermain melihat di hamparan kartu
tulisan bahasa jepang, memilih kartu yang benar dan bebas dari hukuman.
Sedangkan yang salah menunjuk kartu, akan mendapatkan poin. Poin-poin tersebut
dikumpulkan. Pemilik koin terbanyak akan mendapat hukuman. ”Disela-sela waktu
belajar, bisa bermain kartu namanya kaado
asobimasou. Yang hapal huruf hiragana pasti menang dan bebas dari hukuman,
hukumannya bervariasi, biasanya bagi pemilik poin terbanyak akan makan
menggunakan sumpit atau hashi,” Ujar
wanita yang sudah bergelar haji sejak usia nya baru beranjak 22 tahun ini.
Selain itu ada
yang menarik lagi dari kelas bahasa jepang yang didirikan oleh wanita yang saat
ini sedang fokus pada pengabdiannya di ranah kehutanan melalui program
Penyuluhan Kelompok Hutan Kemasyarakatan di daerah Gisting Kabupaten Tanggamus.
Dewi mengatakan setalah sholat magrib biasanya siswa kelas Jepang makan
bersama-sama bergaya seperti di negeri Sakura. “supaya suasana di jepang bisa
tercipta, kita bersama-sama makan menggunakan mangkuk berisi nasi namanya donburi. Lauknya diputar kesamping,
mengambilnya harus ada aturan. Tidak boleh rebutan. Sebenarnya, meletakkan lauk
diatas nasi merupakan cara makan yang tidak tepat. Makan seperti sebenarnya adabnya
di anggap tidak sopan di Jepang. Cara makan donburi disebut juga makanan
rakyat.” Ungkap Dewi.
Berkat
kegigihannya, seorang mahasiswa kelas jepang yang didirikannya Eko
Prasetyo (Kehutanan’08) berhasil lolos
dalam seleksi pertukaran pelajar atas beasiswa Mombutsu “Eko berangkat bulan oktober ini”. Ujar Dewi.
...........
Sandy (Mipa
Matem’07) mengatakan senang bisa mengikuti kelas bahasa jepang. “saya memang
senang dengan bahasa jepang karena hoby menonton film jepang. Awalnya saya
belajar otodidak setelah ada kelas bahasa jepang saya belajar. Kelasnya asik,
sensei seperti orangtua sendiri” ungkap Sandy.
Tidak jauh
berbeda dengan Mirna (T.Kimia’08) mengatakan mengetahui ada kelas jepang ketika
sensei memjadi pembicara di seminar yang diadakan di fakultasnya.”Saya ingin
belajar bahasa jepang sensei menawarkan kursus bahasa jepang gratis. Sudah
sampir setahun saya belajar dengan sensei. Sensei seperti ibu, sahabat dan
motivator dalam hidup saya.” Ujar mirna.
Sedangkan dosen
pemerintahan, Tabah Maryanah yang kenal dekat dengan Dewi mengatakan dewi
merupakan sosok yang gigih dalam mengejar sesuatu. “Dewi memang tomboy, tapi
dia semangat jika menginginkan sesuatu.” Ujar Tabah.*
No comments:
Post a Comment